Susanti's Weblog

another way to speak louder

Sensindo

Sensindo? Apa itu? sama saya juga gak tau *lhoh??*

Gak deng, becandaaa.. Jangan Marah dong. Jangan Sensi…

Ngomong-ngomong soal sensi..sebenarnya “Sensindo” adalah istilah tidak kreatif  buatan saya sendiri:D singkatan dari Sensitif Indonesia.

Lhoh? Kenapa? kok dibilang sensitif? pasti banyak tuh yang tanya (Ge-eR)

Gak tau ini cuma perasaan saya atau emang beneran sebagian besar masyarakat Indonesia itu terlalu senstif. Kenapa saya bilang sensitif? Saya masyarakat Indonesia dan apakah saya sensitif? Sebenernya sensitif itu ada pada diri manusia masing-masing. Saya kurang suka judgement seseorang terhadap suatu suku, misalnya si suku ini sifatnya selalu jahat, padahal hal itu balik lagi ke person masing-masing.

Oke balik lagi ke masalah sinsitif-sensitifan ini. Saya mengangkat topik ini sendiri karena belakangan ini sebagian masyarakat terlalu sensitif, sedikit inforasi ini reaksi negatif, sedikit informasi itu reaksinya negatif, reaksi kok sedikit-sedikit? 😀 mood senggol bacok kali yah. Sensitif terhadap suatu hal adalah baik, sangat baik malah, jika digiring untuk mencari lebih tahu atau berbuat baik lainnya.  tapi berkebalikan dengan apa yang terjadi sekarang, suatu informasi langsung ditelan mentah-mentah lalu berkoar-koar nggak jelas tanpa cari tahu dulu duduk masalah dan kemudian menimbulkan dampak tidak baik dan cenderung anarkis. Padahal esensi atau akar dari masalah nya tersebut sebenarnya sepele, sangat sepele terkadang. Dan kenapa juga saya bilang sebagian besar masyarakat indonesia. Sebenernya gak sebagian yang bener-bener sebagian. Saya tidak tahu berapa bagian nya. Tapi saya melihat sekeliling saya dan juga di media-media jejaring sosial.

Kesensitifan itu sendiri ditunjukkan sebagian masyarakat dengan reaksi-reaksi terhadap isu-isu yang beredar akhir-akhir ini. Misalnya saja reaksi terhadap toilet-toilet wakil rakyat yang tidak mewakili rakyat itu dengan dana yang terlihat fantastis, 2 Billion rupiahs. Sepertinya wow yah? Padahal jumlah toilet yang diperbaiki ratusan. Sehingga menurut saya disitu dana yang fantastis itu terlihat wajar. Dan masyarakat malah mempermasalahkan soal dana padahal yang harusnya dipermasalahkan itu adalah jumlah toilet itu, pastinya tidak semua toilet rusak kan? Atau setidaknya tidak layak kan?

Dan kesensitifan lainnya juga terlihat terhadap tetangga negara kita ini. Yah..semua tau lah yah siapa yang saya maksut. Sedikit dia pake batik. Dikata itu niru punya kita. hey man, kita ini tetanggaan kok nggak rukun, selalu berburuk sangka. Dan lagi kita itu satu rumpun, mudah untuk nenek moyang kita nyeberang ke negara tetangga dan kadang membawa budaya dan lainnya. Yang mungkin dulu Cuma buat dijual, malah dikembangin disana. Toh gak ada salahnya menurut saya. Intinya orang mau nyari duit kan? Atau mungkin itu adalah orang kreatif, selama gak menjiplak secara sempurna atau sama sekali mirip. Oke-oke saja toh?

Saya pikir seharusnya mass media juga menjadi filter. Tapi kook saya melihat mass media itu malah mengikuti apa yang masyarakat ingin lihat bukan menggiring ke opini yang sebenarnya. Sepertinya kok malah jadi kompor aja. Meski tidak semuanya kesitu tapi yah sudah sebagian besar kesitu. Kebanyakan bukan menggiring ke solusi malah menggiring ke arah yang kurang baik.

Menurut saya. Mbok yah sebelum men-judge. Cari tau dulu toh sebuah isu sampe akar-akarnya. Baru lah dikoar-koarkan kalo emang pantas. Be wise lah jangan terlalu sensitif dengan arus informasi yang sangat deras ini, sensitif diperlukan tapi semuanya harus difilter baik-baik. Adakalanya sesuatu itu harus diabaikan. Adakalanya harus dipikirkan matang-matang.yahh, Tetap berpikir positif aja. 🙂

Single Post Navigation

Leave a comment